Powered By Blogger

Kamis, 21 Februari 2013

HURT PART 4

. . . . . . . . . . . .
Satu lagi kebiasaanmu, kau selalu memiliki banyak akal untuk memberikan padaku sebuah kejutan besar. Kau tau tidak aku sangat menyukai kejutan, apalagi kejutan itu adalah kejutan yang indah dan tak bisa kulupakan. Kutunggu kejutanmu selanjutnya Jimmy...
.
.
.
.
Aku terdiam melihat Jimmy berdiri di samping mobilnya sambil tersenyum simpul. Kau tau bagaimana rasanya saat melihat ia tersenyum begitu? Jantungku serasa ingin melompat keluar.

Jimmy menghampiriku dan berkata "Jangan bengong, nanti ayam kamu mati hahaha" katanya bergurau. Aku tersadar dari lamunanku dan mengedipkan mata tanda aku baik-baik saja. Entahlah, selama ada dia di dekatku jantung ini tidak normal detaknya. Darahku mengalir lebih cepat daripada keadaan normal. Agak berlebihan? Memang, tapi ini yang aku rasakan sekarang.

Tiba-tiba Jimmy menarik tanganku masuk ke mobilnya. Dia menutup pintu mobilnya. Tak lama dia masuk dan langsung melajukan mobilnya menuju sekolah. Aku hanya diam saat di perjalanan, tapi Jimmy tiba-tiba bicara "Hadiah dari aku udah dipakai belum Jes?" tanyanya membuatku kaget. Aku terdiam beberapa detik, berpikir jawaban apa yang tepat untuk menjawab pertanyaannya. Lalu aku menjawab "Emm sudah, baru aku pakai beberapa halaman." jawabku tanpa sama sekali melihat ke arahnya.

Tak sengaja aku melirik ke arahnya, ternyata dia sedang tersenyum. Entah kenapa, aku juga ikut tersenyum melihatnya tersenyum. Sepertinya, saat ini kami hanya senyum senyum saja, entah apa yang ada dipikiran kami masing-masing. Kalau sekarang yang aku pikirkan adalah bagaimana aku bisa tersenyum seperti ini hanya karena sedang berada di dekat Jimmy, mungkin aku sudah mulai gila.

***

Sesampainya di sekolah, Jimmy langsung memarkirkan mobilnya. Ternyata Ken sudah sampai dan dia tidak menjemputku hari ini, apa maksudnya dia itu. Aku turun dari mobil Jimmy dan langsung bergegas masuk kelas, aku tidak ingin bicara apapun dengan Ken pagi ini. Aku melirik sekilas ke arah Ken, aku mendapatinya sedang melihatku. Aku memalingkan wajahku ke arah lain dan berlari menuju kelas. Karena aku berlari sambil menunduk, tak sengaja aku menabrak seseorang "Awww..." rintihku, orang yang aku tabrak juga merintih kesakitan karena sama-sama terjatuh "Aisshh! Sakit!" katanya sedikit membentak.

Orang yang aku tabrak itu bangun dan membersihkan roknya yang kotor. Aku juga ikut berdiri dan merapikan bajuku yang sedikit berantakan. Orang itu, dia gadis yang kemarin aku tabrak di kantin. Wajahnya terlihat sangat marah. Aku bergegas minta maaf padanya "H-hey maaf a-aku tidak lihat tadi, maafkan aku." kataku ketakutan, mata gadis itu sudah melambangkan kekesalan yang sangat. Gadis itu tak berkata apa-apa, setelah itu dia langsung pergi dan saat aku menoleh mencari gadis itu dia sudah menghilang ditelan kerumunan anak-anak yang sedang berlari menuju kelasnya karena terlambat.

Pagi ini, suasana hatiku hancur. Entahlah, yang tadinya aku bersemangat malah menjadi seperti ini.

Tiba-tiba bel istirahat berbunyi, membuyarkan lamunaku. Fany yang sedaritadi sibuk dengan buku catatannya, sekarang mengajakku pergi ke kantin "Jessica ayo ke kantin, aku lapar ni." katanya manja sambil mengguncang-guncangkan tanganku. Dengan malas aku bangun dari kursi yang sedaritadi aku duduki.

Aku berjalan mengikuti Fany sambil menggenggam tangan Fany juga. Fany terus menarik tanganku sambil merengek "Aku lapar Jessica ayo cepat sedikit...." dan dengan gaya imut yang dia miliki.

Sesampainya di kantin, aku langsung duduk di kursi yang kosong dan melanjutkan lamunanku yang sempat terhenti tadi. Aku tidak makan siang ini, alasannya? tidak lapar atau mungkin karena suasana hatiku yang sangat buruk saat ini. Tak lama, Fany datang membawa makanannya. Dia membawa 2 piring makanan, entahlah sepertinya dia sangat lapar saat ini. Dia duduk dan menaruh 2 piring tersebut di meja. Tapi, salah satu piring tersebut digeser ke arahku "Ini makan, sepertinya kamu lapar." katanya sambil menaruh sendok dan garpu di atas piring "Ini untukku? Aisshh Fany, harusnya jangan repot-repot begini aku kan bisa beli sendiri." kataku menolak perlahan. Fany malah cemberut, memajukan bibirnya dan entah mengapa saat ini aku malah ingin tertawa melihat wajahnya yang lucu seperti itu "Jangan manyun, nanti aku ketawain loh..." kataku meledek, Fany malah mencubit hidungku "Ihhh dasar Innocent Princess" julukanku yang sudah lama tak dia sebut itu terucap lagi.

'Innocent Princess' adalah julukan yang Fany berikan padaku sejak pertama kali dia mengenalku. Entahlah, akupun bingung mengapa dia memberikan julukan itu padaku. Setiap aku tanya padanya mengapa dia memberikan julukan seperti itu padaku, dia hanya berkata "Kau polos hihihi..." jawaban yang sepertinya menggantung dan itu membuatku semakin tidak mengerti akan julukan itu. Tapi sudah lama dia tidak memanggilku dengan nama itu, tapi sekarang dia memanggilku dengan nama itu lagi. Sungguh, aku masih bingung dengan nama 'Innocent Princess' yang dia berikan padaku itu.

Akhirnya aku memakan makanan yang tadi Fany belikan untukku. Jujur, aku memang lapar sebenarnya tapi aku hanya malas untuk makan siang ini.

Tak sengaja di kejauhan aku melihat Ken berjalan menghampiri meja ini sambil membawa makanan yang dia beli. Aku muak melihat wajahnya. Kutundukkan kepalaku dan menyantap makananku lagi. Aku melihat piring yang diletakkan oleh Ken selagi aku menunduk menyantap makananku. Lama aku tak melihatnya, dia tidak menyapaku sama sekali, dia tidak menegurku. Ada apa denganya?

Kulihat Ken sedang asik mengobrol dengan Fany, aku mulai kesal sekarang. Entahlah sepertinya ada sesuatu yang ingin meledak melihat sikap Ken yang berubah drastis seperti ini. Aku menghentakkan kakiku dan mengetuk-ngetukkan sendok dan garpuku pertanda kesal. Fany memalingkan wajahnya ke arahku dan bertanya padaku "Kamu kenapa Jessica? Masih lapar ya?" tanyanya tanpa dosa. Dia pikir siapa yang membuatku kesal begini "Haha enggak kok gak kenapa-kenapa..." jawabku sambil mengukir seulas senyum yang sepertinya terlihat terpaksa.

Ken yang sedaritadi tidak memperhatikanku sekarang memalingkan padangannya ke arahku "Ada apa adik kecil? Hemmm?" tanyanya sambil mengelus rambutku dengan sayang "Gak, gapapa kok." kataku sekenanya. Ken melihatku dengan serius dan itu membuatku risih "Kakak kenapa deh kok lihatin aku sampai kaya gitu?" tanyaku pada Ken "Hahaha kamu lucu kalau lagi ngambek begitu. Jangan ngambek dong." katanya sambil mencubit pipi kananku.

Dia bangun dari kursinya dan menghampiriku, duduk di sebelahku. Tiba-tiba dia memelukku dan terdiam beberapa saat "Maaf tadi kakak diam, habis kamu tadi datang sama Jimmy sih." katanya manja. Halo, bukannya kau yang tidak menjemputku tadi pagi? Dasar bodoh "Loh? Kakak kan tadi gak jemput aku, makanya aku berangkat sama Jimmy. Lagipula tadi Jimmy yang jemput aku, bukan aku yang minta dijemput Jimmy." kataku kesal sambil berusaha melepaskan pelukan kak Ken yang begitu erat.

Ternyata Ken tidak menegurku karena tadi pagi aku datang bersama Jimmy. Kenapa dia harus marah? Tapi, kenapa aku juga tadi marah melihat Ken dekat dengan Fany? Kacau, aku pikir aku sudah gila karena emmm.... cemburu? Cemburu? Ah aku sudah gila sepertinya.

Beberapa saat kemudian orang yang sedaritadi dibicarakan datang. Kami bertiga menoleh ke arahnya yang sedang membawa sebuah bungkusan besar menuju ke arah meja kami duduk. Jimmy berhenti tepat di sampingku dan tersenyum simpul sambil melihat ke arah kami bertiga "Halo..." katanya sambil melambaikan tangannya. Aneh, pria ini aneh dari kemarin. Aku melihat bungkusan besar yang dibawa Jimmy, aku menerawang dan mengira apakah isinya dan untuk siapa bingkisan itu. Tiba-tiba dia pergi entah kemana. Benarkan, sepertinya sedang ada yang tidak beres dengan orang ini. Aku, Ken dan Fany hanya bisa tertawa sambil menggelengkan kepala melihat tingkah aneh Jimmy.

Setelah makan, kami bergegas kembali ke kelas. Aku dan Fany berpisah dengan Ken karena kelas aku dan Fany berbeda dengan Ken, kelas Ken di lantai 3 sedangkan kelasku dan Fany di lantai 2.

Aku menarik tangan Fany menuju kelas. Sesampainya di depan kelas, aku dan Fany bingung melihat kerumunan anak-anak mengitari kursiku. Aku bertanya pada salah satu temanku yang sedang ikut berdiri mengitari kursiku itu "Eh ada apa sih?" tanyaku padanya, tapi tiba-tiba dia malah berteriak "HEY JESSICA DATANG!" katanya. Aku semakin bingung, ada apa sebenarnya dengan kursiku.

Aku menerobos kerumunan anak-anak itu dan saat aku melihat apa yang terjadi dengan kursiku, aku terbelalak. Mataku membulat sempurna melihat keadaan kursiku yang penuh dengan beberapa tangkai bunga dan ada sebuah bingkisan besar juga disana. Kakiku membeku, seperti tidak bisa bergerak. Mataku juga tidak bisa berkedip melihat semua kejutan besar ini. Bingkisan itu, itu kan bingkisan yang tadi Jimmy bawa-bawa di kantin. Apa mungkin ini semua dari Jimmy?

Setelah kejadian itu, guru-guru yang masuk selalu bertanya padaku 'Kamu bawa apa itu?' 'Itu apa?' 'Jessica ulangtahun?' pertanyaan itu selalu tertuju padaku. Gila, ini gila. Semenjak aku mengenal si Pemacu Jantung itu, duniaku menjadi semakin gila.

Bel tanda pulang berbunyi, aku masih membereskan buku-buku yang berserakan di atas meja. Sambil aku berpikir, bagaimana caranya aku pulang dengan bingkisan dan bunga-bunga sebanyak ini? "Aaaaaaaaa...." teriakku frustasi. Fany yang masih duduk di sampingku terkejut dengan teriakan yang membahana tadi "Eh? Kamu kenapa sih Jess?" tanyanya bingung.

Aku mengacak rambutku dan menatap bingkisan yang ada di atas meja "Bagaimana aku pulang Fany?" tanyaku padanya, aku sudah cukup bingung memikirkan caraku untuk pulang. Fany hanya tertawa "Kamu kan bisa pulang sama Jimmy, apa perlu aku panggilkan?" katanya meledek. Kenapa harus Jimmy? Kenapa tidak Ken? Fany, kau ternyata menyebalkan juga ya.

30 menit sudah kami hanya duduk terdiam di dalam kelas. Tak lama, aku melihat gadis yang tadi aku tabrak melintas di depan kelasku. Aku melihatnya berlari sambil menangis. Ada apa dengannya? Aku memutuskan untuk mengejar gadis itu, tapi tiba-tiba Fany memanggilku "Jess, mau kemana?" tanyanya. "Aku mau ke toilet sebentar, aku mau buang air kecil Fan." kataku sambil berlari, tidak mendengar ucapan Fany selanjutnya.

Aku berlari mencari gadis itu dan, BINGO! Gadis itu ada di toilet. Aku masuk dan pura-pura tidak tahu kalau ada dia di sana. Aku nyalakan kran air, mencuci tangan sambil melihatnya menangis dari cermin. Aku memberanikan diri untuk bertanya padanya "K-kamu, kamu kenapa menangis?" tanyaku. Dia terkejut melihat keberadaanku. Dia melihatku sejenak dan akhirnya membalikan tubuhnya bergegas untuk berlari, tapi aku bergerak cepat. Aku menahan tangannya "Kenapa kamu? Aku hanya ingin membantumu. Dari kemarin aku melihatmu murung dan sedih seperti ini. Sebenarnya ada apa? Aku hanya ingin membantu, apa itu tidak boleh?" kataku kesal. Dia menunduk, menangis lagi. Aku semakin yakin kalau dia sedang ada masalah besar saat ini.

Saat ini, kami duduk di taman belakang sekolah, tempat kemarin aku bertemu dengan gadis ini. Aku merangkul pundaknya, berniat untuk menenangkan hatinya yang sekarang sedang kacau.

Aku memulai perbincangan kami "Ceritalah, siapa tau aku bisa membantumu." kataku sambil tersenyum. Aku harap dia mau berbagi denganku. Bukan bermaksud untuk ikut campur, tapi aku hanya ingin membantu.

Dia mulai bercerita tentang apa yang mengganggu pikirannya sekarang "Orang yang aku sayangi, orang yang aku suka sedang sakit. Aku ingin sekali menjenguknya tapi tidak diperbolehkan." katanya sambil terus menunduk. Aku mengeryitkan dahi tanda bingung. Jadi selama ini yang mengganggu pikirannya hanya ini? Oh ayolah! "Sakit? Sakit apa?" tanyaku penasaran.

Dia terdiam, mungkin berpikir apakah harus memberitahukan soal ini atau tidak. Aku segera menginterupsi permintaanku tadi "Emm yasudah kalau kamu tidak mau kasih tau, gapapa kok." kataku, aku takut dia tersinggung. Tapi dia malah memegang tanganku dan memelukku "Kanker paru-paru stadium 4. Aku tidak diperbolehkan pergi ke China untuk menjenguknya. Aku ingin sekali melihat keadaannya, Jessica." katanya sambil menangis.

Oh ayolah gadis cantik, mana boleh kau pergi ke China sendirian "Aku turut berduka. Tapi, kamu mau pergi ke China dengan siapa? China itu jauh, kamu gak bisa pergi sendirian. Itu terlalu berbahaya." kataku menasihatinya.

Dia tetap menangis, tapi sekarang sudah tidak sekeras tangisannya tadi. Aku mengelus lembut punggungnya, mencoba menenangkan dan menguatkannya. Aku tau, saat ini perasaannya sedang sangat sedih, apalagi orang yang sakit itu adalah orang yang dia sayangi "Oke, sekarang kamu tenang. Kamu coba hubungi orang terdekatnya dan tanyakan keadaannya. Sekarang." kataku. Dia segara mengambil ponsel yang ada di saku seragamnya dan menekan tombol-tombol angka untuk menghubungi seseorang disana "Halo, can i speak with Lian? Gui Lian." kudengar dia bicara dengan seseorang disana, serius sekali.

Beberapa menit mereka bicara, tiba-tiba gadis itu berteriak "KOMA? TIDAK MUNGKIN!" katanya histeris. Dia menutup teleponnya dan berlari meninggalkanku. Aku hanya terdiam melihat gadis itu. Sungguh, bolehkan aku ikut menangis sekarang?

Aku duduk terdiam memandangi tanah yang mulai basah karena gerimis. Titik-titik air hujan mulai turun dengan deras dan membasahiku. Aku masih terdiam, tidak bergerak.

Tak lama kemudian aku mendengar langkah kaki menghampiriku. Seseorang itu duduk di sampingku sambil menutupi kepalaku dengan sebuah jaket. Aku menoleh ke arahnya dan kudapati Jimmy di sana. Aku melihatnya tersenyum, entah mengapa senyumnya itu menenangkan sekali.

Dia merangkulku dan berkata "Gerimis, ayo pulang nanti kamu sakit." katanya sambil terus merangkul. Dia berdiri dan mengulurkan tangannya. Aku melihat tangannya terulur dan melihat wajahnya sedang tersenyum menungguku menggenggam tangannya.

Tubuhku mulai kedinginan, aku meraih tangannya dan berdiri. Dia memapahku berjalan menuju kelas. Entahlah, rasa sedih yang gadis itu rasakan sepertinya terbagi denganku.

Tiba-tiba Jimmy menghentikan langkahnya tepat di depanku. Dia menatapku, aku juga menatapnya. Dia melihat wajah sedihku. Tiba-tiba dia memelukku, mengelus rambutku pelan sambil berkata "Jangan sedih begitu, kamu tau gak? Kamu itu lebih cantik dan sangat cantik kalau sedang tersenyum, bukan menangis seperti ini." katanya mencoba menenangkan.

Beberapa menit kami berada dalam posisi ini, itu membuatku tenang. Aku yakin, beginilah yang gadis itu rasakan saat tadi aku memeluknya.

Entah berapa kali kau memberi kejutan padaku hari ini. Terima kasih, aku akan selalu mengingatnya. Kau adalah satu-satunya orang yang mampu melakukan dan memberikan hal-hal indah, kejutan-kejutan indah, serta perasaan yang indah seperti yang aku rasakan saat ini. Tetaplah seperti ini dan jangan berubah...
.
.
.
.
.

to be continue. . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar