Powered By Blogger

Kamis, 21 Februari 2013

HURT PART 2

. . . . . . . . . . . .

Tiba-tiba dia merangkul pundakku dan mendekatkan bibirnya ke telingaku. Ya! Apa yang akan dia lakukan?!

.
.
.
.
.

"Ya Jimmy mau ngapain?" teriak Fany mengagetkan Jimmy dan membuatnya memundurkan kepalanya sedikit.
"Cuma mau bisikin Jessica sih. Emang dikiranya mau ngapain? Nyium?" ucapnya sinis.
"Maaf Jim, jangan marah gitu." kata Fany mengalah.

Detak jantungku masih belum normal. Aku menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. Ken melihatku dengan serius. Sepertinya dia merasa aneh dengan tingkahku "Jejes? Kenapa?" tanyanya. Aku terdiam sejenak dan tiba-tiba Jimmy menyenggol lenganku pelan "Eh? Iya? Aku gapapa kok hehe" dustaku.

Setelah selesai makan bersama Fany, Ken, dan Jimmy, aku memutuskan untuk pergi ke taman belakang sekolah. Seperti biasa, menyendiri itu menyenangkan. Tapi, aku melihat ada seseorang yang duduk di bangku tempat biasa aku sendirian. Aku menghampirinya dan berdiri sebentar di belakangnya. Aku rasa, aku pernah melihat gadis ini. Ah, ya aku baru ingat. Dia adalah gadis yang tadi makanannya kutumpahkan di kantin. Aku duduk di sampingnya dan melihat ke arahnya. Dia terlihat murung, entah apa yang membuatnya seperti itu.

Sepertinya dia tidak menyadari kehadiranku. Aku memberanikan diri untuk mengajaknya bicara "Hai.." sapaku sambil menyentuh bahunya. Dia tersentak kaget dan memandangku datar. Ekspresi wajahnya sama seperti yang tadi kulihat di kantin. Aku mencoba untuk mengajaknya bicara "Kamu, lagi apa disini? Ini, tempatku biasa menyendiri. Aku kira hanya aku yang sering kesini." ucapku panjang. Dia diam, tak ada sepatah katapun keluar dari mulutnya. Sampai akhirnya dia membuka mulutnya dan bicara "Kau pikir taman ini hanya milikmu." jawabnya sinis. Sepertinya dia masih kesal padaku karena insiden di kantin tadi. Aku mengerutkan dahi dan mengusap tengkukku "Haha iya ya, taman ini kan punya kita semua, siswa-siswa sekolah ini." jawabku sekenanya. Dia diam lagi. Aku seperti bicara dengan sebuah patung. Memang, tadi dia menjawab perkataanku. Tetapi, tak ada gerakan apapun darinya. Tatapannya kosong, begitu dingin dan menakutkan.

Aku mencoba mengajaknya bicara lagi "Kamu kenapa? Lagi ada masalah ya? Kalau mau cerita, bisa sama aku kok. Kamu kayaknya murung banget daritadi." kataku panjang lebar "Bukan urusanmu."  ucapnya cepat dan dia bangkit dari duduknya, bergegas untuk pergi. Aku tertunduk lesu, aku tidak bisa mencairkan suasana hatinya yang mungkin saja sekarang sedang beku.

Hari sudah sore. Pemandangan sore ini sangat cantik. Langit dihiasi warna jingga kekuningan. Burung-burung banyak yang berterbangan dengan cantik, seperti sedang menari dan menunjukkan pesonanya pada orang-orang yang melihat mereka. Sungguh, sangat amat mempesona.

Aku menyandarkan kepalaku di kursi sambil tanganku memainkan pulpen. Sore ini, aku dan Fany masih berada di sekolah untuk menyelesaikan tugas yang belum selesai. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Tugas kami sudah selesai dan kamipun memutuskan untuk pulang.

Aku keluar dari kelas diikuti Fany di belakangku. Kami jalan menyusuri koridor sambil berbincang. Tiba-tiba aku melihat seseorang dari kejauhan menghampiriku dan Fany. Itu Jimmy. Tak lama, Jimmy berhenti di depanku. Dia menggandeng tanganku dan menariknya. Aku tersentak dan menarik tangan Fany juga. Jimmy membalikkan badannya dan melihat kami berdua dengan wajah bingung "Fan, ngapain?" katanya sinis. Aku menginjak kaki Jimmy "AW! SAKIT!" teriaknya kesakitan. Aku menatapnya tajam "Emang kenapa kalo Fany ikut? Aku kan tadi mau pulang sama Fany. Kenapa tiba-iba tarik tangan aku?" aku mulai kesal dibuatnya. Kenapa dia berlaku seenaknya begini. Fany melihat kami berdua dengan wajah bingung "Kalian, kenapa malah berantem? Udah sana pulang bareng." katanya sambil mendorongku. Apa? Pulang bersama Jimmy? Oh itu ide buruk kurasa.

Fany akhirnya pulang sendiri naik angkutan umum, dan aku, aku pulang bersama Jimmy. Saat ini aku sudah berada di dalam mobilnya. Jimmy mulai menyalakan mesin mobilnya dan melajukan mobilnya menuju rumahku.

Diperjalanan, aku hanya diam. Aku tak ada minat untuk bicara sendikitpun. Aku sangat lelah dengan hari ini. Rasanya aku ingin memejamkan mataku, tidur. Baru saja aku ingin melakukan itu, tapi tiba-tiba aku tersadar kalau ini masih diperjalanan pulang. Bisa-bisa aku diganggu oleh Jimmy karena ketiduran di mobilnya ini.

Tiba-tiba Jimmy memberhentikan mobilnya. Dia menatapku sambil tersenyum. DEG! Jantungku mulai berdetak tidak normal. Aku memalingkan wajahku ke jendela sambil memegang dadaku. Aku menarik napas panjang untuk menormalkan detak jantungku ini. Tapi, entah mengapa malah semakin menjadi. Kudengar Jimmy bicara "Gimana kalau kita jalan-jalan dulu. Besok hari sabtu kan?" apa dia gila? Ini sudah sore, bisa-bisa aku dimarahi orangtuaku kalau pulang malam. Padahal tadi aku hanya izin pulang agak terlambat. Ya, agak terlambat bukan berarti bisa pulang malam seenaknya.

Entah mengapa setiap bersamamu selalu saja ada masalah dan pertengkaran. Ada rasa aneh didadaku setiap kamu melihat tepat ke mataku. Seperti tadi. Sepertinya aku mulai gila.

"Jalan-jalan dulu? Ini udah jam berapa, nanti aku dimarahi orangtuaku kalau pulang malam. Kamu mau tanggung jawab?" kataku agak sedikit kesal. Dia diam, menatap jalanan yang kosong. Dia menoleh ke arahku "Nanti aku yang ngomong. Gitu aja susah." jawab Jimmy seenaknya. Dia belum pernah melihat bagaimana papaku kalau sudah marah. Tak ambil pusing, akupun keluar dari mobilnya. Dia kaget dan keluar juga dari mobilnya. Dia menarik tanganku dan memutar badanku menghadapnya "Mau kemana?" tanyanya. Kekesalanku semakin menjadi "Mau pulang! Udah ya, udah sore nih nanti dicariin bunda." kataku acuh. Lebih baik tadi aku menyuruh Ken menungguku hingga aku selesai mengerjakan tugas daripada harus pulang bersama Jimmy. 

Akhirnya Jimmy menurutiku. Dia menarikku kembali masuk ke mobilnya dan berjanji mengantarku pulang. Jimmy mulai melajukan mobilnya kembali menuju rumahku. Rasa canggung menyelimuti suasana saat ini. Tak ada satupun yang bicara sampai akhirnya kami sampai di depan rumahku. Dia menghentikan mobilnya dan aku segera pamit. Tapi tiba-tiba dia menahanku "Tunggu... ini..." dia memberikan sesuatu padaku. Bungkusan berwarna coklat, seperti sampul buku namun ada pita di atasnya. Lucu sekali. Aku membolak balik bungkusan itu "Jangan dilihat bungkusnya, lihat isinya. Bungkusnya gak berarti kok. Bisa dibuang." katanya memelas. Mungkin dia pikir aku sedang mentertawakan bungkusan ini. Tapi memang iya "Hahaha iya Jimmy. Makasih." kataku sambil tersenyum. Dia membalas tersenyum sambil menatapku. DEG! Jantungku ini mulai lagi. Kupalingkan wajahku agar detak jantungku normal kembali. Aku membuka pintu mobilnya dan keluar dari sana. Jimmy hanya memandangku dari balik kaca mobilnya, berpamitan dan akhirnya mulai melajukan mobilnya lagi menuju rumahnya.

Tak ada satu jam bersamamu, namun kau sudah berhasil membuat jantungku berdetak tak karuan beberapa kali. Sungguh, rasanya aku tak ingin dekat-dekat denganmu kalau seperti ini. Bisa-bisa aku tak berkutik, diam seribu bahasa dan perlahan tak berdaya.

.
.
.
.
.

to be continue. . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar