Powered By Blogger

Minggu, 24 Juni 2012

Is It Love or Like? PART 3

. . . . . . . . . . .

DEG! Aduh kenapa degub jantungku ini kembali tidak normal seperti ini. Ayolah Billy, sudah cukup kau membuatku jantungan berkali-kali seperti ini.
"Eeemmm tadinya mau makan, tapi......" aku tak melanjutkan kalimatku, tidak mungkin kan aku bicara yang sejujurnya kalau aku lupa membawa uang jajan dan juga bekalku.
"Tapi apa?" tanyanya penasaran.
"Haha engga kak, gapapa hehe.." dustaku padanya. Tapi sepertinya terlihat ekspresi wajahku yang sedang berbohong dan sangat ketara di wajahku.
"Hahaha gak bawa uang jajan ya?" pertanyaannya tepat sekali. Kenapa dia bisa tau kalau aku tidak bawa uang jajan? Apa dia bisa membaca pikiranku. Astaga! Sepertinya mulai sekarang aku harus berhati-hati dengan pikiranku.
"Ha?" aku hanya bisa menjawab seperti itu. Bodohnya aku, saat ada di depannya hanya ada kata "Ha" untuk menjawab setiap tebakan-tebakannya yang selalu tepat.
"Kenapa kok ha? mau makan? aku pesenin ya, tunggu disini sebentar." dia langsung menghilang dibalik kerumunan siswa-siswi yang kelaparan di tempat ini. Aku kurang cepat untuk mencegahnya agar dia tidak membelikanku makanan. Gerakannya lebih cepat daripada gerakanku.

Beberapa saat kemudian, Billy kembali sambil membawa dua piring makanan. Sesampainya di mejaku, dia langsung meletakkan makannya.
"Nih, dimakan ya La." dia menggeser piring yang berisi makanan itu ke depanku. Aduh Billy, kenapa kau baik sekali padaku. Aku terdiam sejenak memandangi piring berisi makanan itu.
1 detik . . .

5 detik . . .

10 detik . . .
Tak ada yang bicara dan tak ada yang memakan makanan yang sudah tersaji. Sampai akhirnya Billy berdehem.
"Ehhmmm nasinya gak akan berkurang kalo cuma diliatin." ucapnya sambil menyunggingkan senyum walaupun tipis.
"Ha? hehe iya kak." benar kan, aku menjawab ucapannya dengan "Ha" untuk yang kesekian kalinya.
"Yaudah dimakan." ucapnya singkat. Kami langsung menyantap makanan kami masing-masing. Tak ada yang bicara selagi kami makan. Aku hanya asyik dengan sepiring nasi yang sedang kunikmati.

Leganya, akhirnya perutku terisi penuh. Rasanya tak ada ruang lagi untuk sesuap nasipun yang bisa masuk ke perutku. Setelah selesai makan, aku menatap Billy dalam diam. Sambil mengelus-elus perutku yang penuh makanan ini, aku mulai berucap.
"Eeemmm makasi ya kak buat traktirannya. Kapan-kapan gantian aku yang traktir kakak ya." ucapku sambil menyunggingkan senyum manis andalanku.
"Sama-sama. Gak, jangan. Aku gak pernah mau ditraktir cewe, jadi jangan pernah coba-coba buat traktir aku. Ingat?" jawabnya dingin. Sepertinya dia juga mengancamku agar aku tidak melakukkan rencanaku barusan.
"Ha? hehe iya deh kak. Tapi kalo sekali aja gapapa kan?" tanyaku dengan tatapan meledek.
"Coba-coba awas aja." jawabnya sambil mengetuk kepalaku pelan menggunakan sendoknya yang sedaritadi digenggamnya.
"Aduh, sakit!" kataku merajuk. Sebenarnya aku hanya ingin mengerjainya. Tapi ternyata...
"Yang mana yang sakit? coba liat." dia langsung pindah ke samping ku dan mendudukkan dirinya disana. Setelah itu, dia menengok puncak kepalaku yang tadi dia pukul menggunakan sendok.
"Ha? haha engga kak gapapa, cuma becanda." jawabku sambil tertawa renyah.
"Dasar jail." dia mencubit hidungku. Dia belum tau kalau aku tidak suka dicubit hidungnya. Itu bisa membuatku langsung merasa kesakitan. Mungkin itu berlebihan, tapi memang benar. Sepertinya hidungku ini sudah memerah seperti buah tomat yang baru masak.
"Hahahahahahaha.......... hahahahahahaha......... hahahahahahaha........" Billy tertawa terbahak-bahak. Pasti karena dia melihat hidungku. Sial kau, bisa-bisanya tertawa seperti itu. Selagi Billy tertawa, aku tak sengaja menoleh ke kiri dan menemukan seseorang sedang mengintip kegiatanku dan Billy. Dia menatap tajam ke arah Billy. Itu Aldo. Ada apa dengannya? Apa dia dan Billy sedang ada masalah? Tatapannya begitu menusuk dan mengerikan. Tak sengaja tatapan kami bertemu. Dia terkejut melihatku menatapnya. Saat itu juga, dia langsung pergi dari tempatnya semula. Sepertinya ada yang tidak beres dengannya dan Billy. Baiklah, aku harus mencari tau apa yang membuat Aldo menatap Billy setajam itu.

Lama sekali Billy tertawa terbahak-bahak menertawakan hidungku. Baiklah, sepertinya aku harus berpura-pura marah padanya agar dia berhenti mentertawakanku.
"KYAAAAAAAA BERHENTI MENTERTAWAKANKU! ITU TIDAK LUCU!" ucapku sambil berdiri dan bersiap-siap pergi.
"Yah yah yah maaf maaf maaf. Ya ampun gitu aja marah. Oke oke maaf ya maaf." katanya sambil berdiri dan APA? DIA MENGACAK RAMBUTKU? Tepatnya mengacak pelan rambutku seperti seorang ayah yang habis menasihati anaknya. Dia mulai membuat jantungku berdegub tidak normal lagi. Lalu aku buru-buru pergi meninggalkan Billy dengan langkah seribu yang kumiliki. Billy menatap kepergianku dengan tatapan bingungnya. Masa bodoh dengan apa yang dia rasakan, aku kesal dengannya saat ini. Aku terus berlari menuju kelas dan tak sengaja aku melihat Aldo sedang duduk terdiam sendirian. Entah apa yang dia pikirkan, tapi sepertinya keadaannya saat ini tidak begitu baik. Aku menghampirinya, dan tiba-tiba dia terkejut melihatku sudah ada di depannya.
"Ah kamu, ngagetin aja." ucapnya sambil mengelus dadanya pelan.
"He? kok sampe kaget gitu? emang aku hantu apa." kataku sambil mempoutkan bibirku.
"Hahaha jangan manyun-manyun gitu, tambah imut nanti." ucapnya polos. Sepertinya dia ingin mencoba membuat jantungku berdebar lagi seperti tadi aku bersama Billy.
"Haha itu meledek atau memuji he?" tanyaku sambil mengangkat sebelah alisku.
"Memuji kali ya lebih tepatnya. Tapi kayaknya itu emang kenyataan deh. Kalo kamu udah kayak gitu bisa bikin aku terbang." apa? aku mungkin salah mendengar ya. Sepertinya dia agak berlebihan. Jujur, aku agak tidak menyukai orang yang berlebihan, contohnya dia. Tapi, mungkin niatnya baik, untuk memujiku. Benarkah?
"Haha bisa aja. Oiya kakak kenapa diem aja gitu tadi? Gak sama........... kak Billy?" tanyaku perlahan, aku tidak ingin membuatnya tersinggung. Sepertinya benar, dia sedang ada masalah dengan Billy. Buktinya, dia langsung menunduk setelah aku menanyakan hal itu.
"Gapapa. Bukannya tadi Billy sama kamu di kantin? kamu kan tadi liat aku." jawabannya yang kedua sepertinya jujur, tapi tidak untuk jawabannya yang pertama.
"Beneran gapapa? iya tadi aku emang sama kak Billy di kantin. Tapi aku tinggalin. Abisnya dia ngeselin." jawabku jujur juga. Aku masih penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya dengan Aldo dan Billy.
"Haha... kenapa dia?" dia malah balik bertanya dan tak menjawab pertanyaanku.
"Dia ketawain aku. Ah males ngomongin kak Billy." jawabku singkat sambil lagi-lagi memanyunkan bibirku.
"Hahaha yaudah. Mendingan kamu ke kelas gih, udah mau bel." perintahnya padaku. Sepertinya suasana hatinya mulai agak membaik.
"Oke." aku langsung melesat menuju kelas. Aku tidak mempedulikan Aldo yang menatapku dari jauh. Rasanya hari ini aku benar-benar merasa bahagia sekaligus malu sekaligus bingung sekaligus penasaran dalam waktu yang hampir bersamaan. Sudahlah, mungkin memang ini takdirku setelah aku mengenal Billy dan sahabat terbaiknya itu.

SKIP TIME
.
.
.
.

Bel pulang telah berbunyi. Aku membereskan buku-bukuku yang berserakan di atas meja. Saat ini yang ada dipikiranku hanya "PULANG". Setelah aku membereskan buku-bukuku, aku segera melesat keluar kelas dan segera menuju gerbang. Tiba-tiba seseorang mencegatku. Itu Billy. Oh ya, aku baru ingat kalau siang ini aku ada acara jalan-jalan dengannya. Bodohnya aku ini, kenapa aku bisa lupa dengan acara penting seperti ini.
"Mau kemana ni anak. Lupa sama acara kita? Payah." ucapnya sambil berjalan menjauhiku. Gayanya seperti anak kecil yang ngambek karena tidak dibelikan ice cream oleh orangtuanya. Aku langsung berlari mendekatinya.
"Maaf kak, jangan marah gitu. Oke ayo kita jalan. Come on!" kataku sambil menarik tangannya menuju parkiran. Setelah itu, dia langsung menaiki motornya dan menghidupkan mesin motornya itu. Dia menyuruhku untuk naik dan memakai salah satu helm yang tadi pagi kupakai.

Diperjalanan, tak ada satupun yang bicara. Hanya suara degub jantung yang entah milik siapa yang sedaritadi berbunyi. Aku masih bingung, sebenarnya dia mau mengajakku kemana. Sampai saat ini, dia belum memberitahuku kemana kami akan pergi.

Tak lama, kami sampai ke tempat tujuan. Taman? Dia mengajakku ke taman? Baiklah, mari ikuti saja maunya. Dia menarikku mendekati bangku panjang yang ada di bawah pohon disalah satu sudut taman. Bunga Mawar bertebaran di taman itu. Aku terdiam begitu lama memandangi sekeliling taman ini. Jujur, aku sangat amat menyukai bunga, khususnya bunga Mawar. Billy menatapku bingung. Dia menepuk bahuku pelan dan mengajakku duduk di bangku panjang itu.
"Bengong aja lagi ni anak. Ayo duduk." ajaknya sambil menarik tanganku pelan. Aku hanya mengikuti apa yang dia lakukan, aku masih terpesona dengan bunga-bunga itu.
"......." aku masih diam memandangi sekelilingku.
"Nah. Eh? kenapa senyum-senyum sendiri ni anak? hallooooo masih sadar kan La? kamu baik-baik aja kan? halooooo...." ucapnya sambil melambai-lambaikan tanggannya di depan wajahku.
"......." aku masih dia seribu bahasa. Billy menatap sekeliling. Aku mulai sadar dan menoleh ke arah Billy dan ternyata dia sedang tersenyum tipis ke arahku. Billy beranjak dari tempat duduknya dan menjauh dari tempat duduknya semula. Dia berjalan semakin menjauh tanpa menoleh ke arahku. Tak lama, dia berhenti di depan bunga-bunga Mawar yang berwarna merah menyala di salah satu sudut taman ini.

Beberapa saat kemudian, dia kembali ke tempat duduk kami semula sambil menyembunyikan sesuatu dibalik punggungnya. Ada apa dengannya? Aku semakin bingung dengan apa yang akan dia lakukan setelah ini. Tiba-tiba dia mendekatiku dan menundukkan wajahnya sedikit. Lalu dia menunjukkan apa yang ada dibalik punggungnya itu. BUNGA MAWAR! Ah, kau sangat mengerti bagaimana membuat jantungku melompat-lompat kegirangan. Aku mengambil bunga Mawar yang masih ada di genggamannya itu. Aku baru sadar kalau dia menggenggam bunga Mawar itu terlalu erat sampai-sampai aku melihat setetes darah jatuh bebas ke tanah dari telapak tangannya.
"Tau gak kalo bunga Mawar itu tangkainya ada durinya?" tanyaku meledek.
"Tau kok. Kenapa?" tanyanya polos. Dia itu bodoh atau apa sih.
"Kalo tau, kenapa meganggnya gitu? Berdarah kan tuh jadinya tangan kakak. Gimana sih." ucapku sambil meraih sapu tanganku yang waktu itu dia kembalikan. Aku mulai mengelap tangannya yang berdarah itu.
"Hahahaha gapapa kok. Lagipula sakitnya ketusuk duri tangkai Mawar gak sesakit 'ini' saat tadi kamu pergi ninggalin aku di kantin." ucapnya sambil menunjuk ke arah dadanya saat dia mengatakan 'ini'. Apa? maksudnya? aku masih belum mengerti dengan apa yang dimaksud.
"Maksudnya?" tanyaku polos. Sepertinya aku harus menservice otakku ini dulu agar bisa cepat tersambung saat dia bicara.
"Haaahhhh payah." ucapnya datar sambil memalingkan wajahnya.
1 detik . . .

5 detik . . .

10 detik . . .

to be continue. . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar