Powered By Blogger

Minggu, 24 Juni 2012

Is It Love or Like? PART 2

. . . . . . . . . .


Dinginnya pagi mulai menyapaku lagi hari ini. Sejenak aku melirik jam berbentuk wajah panda di atas meja samping tempat tidurku, pukul 06.00. GAWAT AKU TERLAMBAT BANGUN. Aku bangun dan menyambar handukku yang tergantung di senderan kursi dekat tempat tidurku. Lalu aku bergegas menuju kamar mandi dan sepertinya aku harus mandi kilat untuk hari ini.


15 menit kemudian, aku keluar dari kamar mandi dan segera mengenakan seragam sekolahku. Kulirik sejenak jam yang menggantung di dinding kamarku, pukul 06.15. Secepat kilat aku merapikan buku-buku yang harus ku bawa hari ini. Semalam aku lupa membereskan buku-buku mata pelajaran hari ini. Ah, ini semakin membuatku terlambat. Aku bergegas turun setelah membereskan buku-buku, merapikan seragam, dan berdandan selayaknya anak sekolah. Terlihat ayah, ibu dan kakakku sudah duduk di meja makan. Ku lirik jam dinding yang tergantung di ruang tengah, pukul 06.25. GAWAT AKU SUDAH BENAR-BENAR TERLAMBAT. Aku tidak sama sekali menyentuh sarapanku, aku hanya meminum susu dan langsung menarik kakakku untuk langsung berangkat sekolah.
"Ayo kak aku udah telat nih." ucapku sedikit membentak.
"Sabar. Lagian salah sendiri kenapa bangunnya telat." jawab kakakku. Ah, dia benar-benar tidak mengerti kalau adiknya ini sedang buru-buru.
"Ibu, ayah aku berangkat ya. Bye...." ucapku dan langsung berlari masuk ke mobil.


Kenapa jalan menuju sekolah pagi ini macet sih, aku sudah terlambat ini. Kakakku menekan-nekan klakson mobilnya tanda tidak sabar. Aku juga kesal dengan keadaan jalan yang macet di pagi hari. Benar-benar kau Jakarta. Haaaahhhh. Tak lama, aku melihat sebuah motor berhenti di sebelah mobil kakakku. Sepertinya aku kenal dengan motor dan pengendaranya itu. Setelah kuperhatikan dengan seksama, ternyata benar yang ku duga. Itu Billy. Aku langsung membuka kaca mobil dan memanggilnya semangat.
"Kak Billy!" teriakku keras, karena aku tau dia pakai helm dan memungkinkan dirinya untuk tidak mendengarku saat dia dipanggil.
Tak kusangka, dia menoleh dan membuka kaca helmnya. Dia tersenyum sebentar lalu balik menyapaku.
"Eh kamu La, baru berangkat? Telat?" sapanya. Dia juga bertanya.
"Hahaha iya kak aku telat, abis bangunnya kesiangan." jawabku sambil tertawa renyah.
"Kalo gitu, bareng sama aku aja yuk. Ini macet loh, gak mungkin mobil bisa jalan di keadaan jalan yang kayak gini. Motor aja susah." katanya sambil sedikit berdecak kesal.
Apa aku tidak salah dengar? Dia mengajakku berangkat sekolah bersama? Sepertinya aku akan segera menjadi gila.
"Ha? eeemmmm gimana ya?" jawabku singkat sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
"Ayolah, udah telat nih." ucapnya sambil melirik jam yang ada di tangan kirinya.
Sebelum aku menerima tawaran Billy, aku izin terlebih dahulu kepada kak Tom.
"Kak, masih lama ya?" tanyaku polos.
"Yaiyalah, liat tuh depan. Macet gillaaaaaa...." katanya dengan memasang muka yang agak sedikit eemmm aneh sambil geleng-geleng kepala.
"Kalo gitu, aku bareng sama kakak kelas aku ya. Dia ngajak aku bareng." ucapku polos.
"Ha? Siapa?" matanya terbelalak, sepertinya dia kaget.
"Itu tuh." jawabku sambil menunjuk ke arah Billy berada.
"Waaaaah ganteng tuh. Pacar kamu?" ucapnya keras-keras.
"BUKAN! Udah buruan, boleh gak aku bareng sama dia?" jawabku kesal.
"Yaudah gih daripada terlambat, nanti dikunciin di luar gerbang lagi." ucapnya dengan mengibas-ngibaskan tangannya.
"Oke. Bye kak, aku duluan. Muah!" ucapku singkat lalu mencium pipi kakakku tersayang itu.
Aku langsung keluar dari mobil dan menuju ke sisi kiri motor Billy.
"Boleh?" tanyanya singkat.
"Boleh." jawabku sambil menunjukkan senyum tipis.
"Oke. Ayo naik." ajaknya halus.
"Oke." jawabku sekenanya. Sebenarnya aku sedang menahan kecepatan detak jantungku ini. Tapi aku berusaha terlihat biasa-biasa saja di depannya.
Lalu aku segera naik dan mendudukkan diriku di atas motornya. Dia langsung menyelip mobil-mobil yang ada di depannya. Mungkin dia menganggap kalau mereka adalah penghalang jalannya menuju sekolah, tapi memang benar. Billy mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi setelah terbebas dari macet yang memusingkan itu. Aku ketakutan, jantungku berdegub cepat untuk yang kesekian kalinya.
"Kak, pelan-pelan aja kak. Aku takut." ucapku keras-keras. Aku mendengar suaraku yang agak sedikit bergetar, mungkin karena ketakutan.
"Ah gamau, udah telat nih." jawabnya seenaknya. Aku sudah sangat amat ketakutan.
"Aduh kak, jangan ngebut-ngebut gini kak nanti nabrak. Aku takut kak." tanpa sadar aku mengeratkan peganganku padanya.
"Nah, gitu kalo takut." ucapnya puas. Terlihat seulas senyum dibalik kaca helmnya yang gelap.
Sepertinya sebentar lagi aku akan melompat. Tapi sesegera mungkin aku mengurungkan niatku, karena aku masih mau hidup. Sepanjang jalan kami diam, tak ada yang bicara. Sampai akhirnya kami sampai di sekolah. Bel berbunyi bersamaan dengan kami memasuki gerbang. Untunglah kami selamat dari hukuman guru piket hari ini.


Aku turun dari motornya. Aku menatapnya sejenak saat dia melepas helmnya. DEG! Jantungku berdegub tidak normal lagi untuk yang kesekian kalinya. Sepertinya sebentar lagi aku akan pingsan. Oke ini berlebihan. Aku sesegera mungkin tersadar dari lamunanku dan berterima kasih padanya.
"Eeemmm kak Billy, makasih atas tumpangannya. Sepertinya aku harus segera ke kelas." ucapku gugup.
"Oh, ya La sama-sama. Yaudah kalo kamu buru-buru." jawabnya singkat sambil menggantungkan helmnya di stang motornya.
"Yaudah. Sampai ketemu nanti siang kak. Bye." ucapku singkat.
"Bye." jawabnya sekenanya.
Aku langsung berlari menuju kelas. Ya, pagi ini aku mendapat kegembiraan yang berlipat-lipat. Terima kasih Tuhan, aku menyayangimu.


Aku langsung masuk ke kelas dan melihat Sita sudah duduk di kursinya. Mungkin dia sudah datang sejak tadi. Napasku terengah-engah karena aku tadi berlari dari parkiran menuju kelas. Aku langsung duduk di kursiku dan mengistirahatkan tubuhku yang lelah ini.
"Waaaah, abis lari maraton? Apa ke sekolah lari?" tanya Sita, lebih tepatnya meledek.
"Apaan sih, gue tadi lari dari parkiran ke kelas. Takut guru udah masuk." jawabku jujur.
"Ha? parkiran? lo bawa motor? mobil?" tanyanya borongan seperti wartawan.
"Enggak, tadi gue ke sekolah sama kak Bil....." jawabku keceplosan. GAWAT! Pasti sebentar lagi aku akan diledek olehnya.
"Kak Bil? siapa? emmmm...." tanyanya penasaran. Sepertinya dia juga berpikir, siapa yang berangkat bersamaku. Sita berpikir sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke dagunya. "AHA! KAK BILLY YA? WAAAAAAAAHHHHH!!!" tebakannya pas. Dia berucap demikian sambil berteriak dan membuat anak-anak di kelasku menoleh ke arahnya dan menatapnya heran.
"Gausah kenceng-kenceng ngomongnya bisa gak?" aku meninju lengannya pelan sambil merajuk.
"Hehehe maaf keceplosan. Abis antusias banget gue hehehe....." jawabnya polos sambil tertawa tanpa dosa. Anak itu sepertinya harus kutinju dulu baru bisa menjaga ucapannya.
"Haaahhhh Lala dianter kak Billy ke sekolah. CIEEEEEEEEEEEEEEE!!!!!!!!!!" salah satu temanku menyahut sambil berteriak. Ini semua gara-gara Sita! Pasti wajahku sekarang sudah menampakkan semburat merah yang sangat ketara. Malu sekali rasanya. Sita, awas ya akan kubalas kau nanti.


Guru sudah masuk ke kelasku dan mulai mengajar. Beliau menjelaskan tentang materi pelajaran dengan panjang lebar. Mungkin itu tidak bisa dibilang menjelaskan, tapi berkhotbah. Rasanya aku mengantuk gara-gara khotbah Beliau. Sepertinya kedua kelopak mataku sudah berat dan minta untuk ditutup. Tanpa sadar aku terlarut dalam suasana yang membosankan itu dan membuatku tertidur. Aku tertidur dibalik buku tebal yang menutupi wajahku. Belum pernah aku melakukkan hal bodoh seperti ini sebelumnya. Tiba-tiba aku mendengar ada sesuatu yang jatuh di atas mejaku. Suaranya keras sekali dan membuatku langsung terbangun.
"LALA! BANGUN! INI BUKAN SAATNYA KAMU UNTUK TIDUR. SEKARANG KAMU KELUAR DAN BERDIRI DI DEPAN KELAS SAMPAI PELAJARAN SAYA SELESAI!" ternyata suara keras itu adalah suara buku yang berbenturan dengan mejaku. Guruku itu kesal terhadapku dan menyuruhku untuk keluar dari kelasnya.
"KAMU JUGA JOE! AYO KALIAN BERDUA KELUAR, TUNGGU APALAGI?" ucapnya lagi. Ternyata Joe juga tidur saat pelajaran Beliau. Oke, tadi aku sudah berhasil tidak terlambat, tapi sekarang aku tidak berhasil untuk menghindar dari hukuman guruku yang sedaritadi berkhotbah itu. Aku dan Joe keluar dari kelas dan mulai melaksanakan perintah guruku itu. Sial sekali aku. Aku menoleh ke arah dimana Joe berdiri, aku langsung merinding melihat tatapan matanya yang sangat menusuk. Sepertinya dia kesal. Jujur, aku juga kesal tapi tidak seperti dia. Ekspresi wajahnya datar dan tatapannya menusuk. Sepertinya kau jangan menatapnya lagi, takut nanti aku bisa langsung mati karena ditatap olehnya.


Hampir satu jam kami berdiri di luar kelas. Pelajaran ini akan berakhir setengah jam lagi. Aduh rasanyanya perutku lapar. Aku baru ingat, tadi aku tidak sarapan. Keringat mengucur deras dari kedua pelipisku. Aku sudah tidak tahan lagi menahan laparku. Aku menatap Joe yang sedang menikmati roti isinya yang tadi dibelinya di kantin. Padahal kami sedang dihukum, tapi dia berani-beraninnya pergi ke kantin untuk membeli makanan. Rasa laparku semakin menjadi selagi aku menatap Joe menyantap roti isinya. Tak sengaja, ku dengar perutku berbunyi. Joe menoleh ke arahku dan mengerutkan dahinya bingung.
"Suara apaan tuh?" tanyanya entah pada siapa, karena dia tidak menatap pada siapa-siapa. Tapi sepertinya, dia bertanya pada roti isi yang sedang disantapnya, karena dia menatap roti isinya itu lekat-lekat.
"......" aku hanya diam. Sepertinya sekarang aku harus menganggapnya orang gila yang suka berbicara dengan roti isi.
"Lo? Itu suara perut lo ya? Iya kan?" jawabnya tepat menusuk. Kenapa dia bisa tau kalau itu suara perutku. Aku hanya bisa senyum-senyum dengan memasang wajah polosku.
"Ditanya malah senyum-senyum doang. Dasar cewe aneh." jawabnya datar. APA? AKU DIKATAI CEWE ANEH? KURANG AJAR.
"Apaan? cewe aneh? Kayaknya lo yang aneh." jawabku datar sambil menaikkan sebelah alisku.
"Gue? kok?" jawabnya bodoh.
"Iyalah, lo tadi tanya ke roti isi, bukannya itu gila namanya?" ucapku sadis. Sepertinya dia mulai geram.
"Lo laper? Mau gak?" dia tidak meneruskan perdebatan kami barusan. Dia malah menawarkanku roti isinya.
"Gak ah, itu kan udah dimakan sama lo. Gue dikasih sisa, jahat banget." jawabku tanpa melihatnya.
"Gue bagi dua, kan masih banyak. Nih." ucapnya sambil menyodorkan salah satu roti isinya yang sudah dibadi dua.
"Beneran?" tanyaku singkat.
"Iya nih makan daripada lo pingsan, nanti nyusahin gue." jawabnya menusuk. Dasar cowo aneh plus nyebelin. Kenapa aku harus kenal sama cowo kayak gitu? Rasanya mau ku tinju wajahnya sekarang juga.


Bel istirahat telah berbunyi. Akhirnya masa hukumanku dan Joe sudah selesai. Lega sekali rasanya. Tapi aku masih lapar, jadi aku buru-buru berlari ke kantin untuk membeli makanan. Hari ini aku lupa membawa bekalku yang sudah disiapkan ibu. Kalau aku buru-buru memang selalu begitu. Kadang handphoneku yang tertinggal, pernah juga tugasku yang tertinggal, tapi itu waktu SMP dulu. Di kantin aku mulai bergerilya mencari makanan apa yang akan ku beli. Ku lihat uang di saku bajuku. Ah sial, aku tidak membawa uang sepeserpun. Benarkan yang tadi aku bilang, pasti kalau buru-buru ada saja yang tertinggal. Dan hari ini tidak hanya bekalku, tapi juga uang jajanku. Aku terduduk lemas di bangku kantin. Aku menatap nanar ke seluruh penjuru kantin. Aku semakin lapar kalau terus-terusan ada disini. Tiba-tiba kudengar derap kaki menghampiriku. Aku menoleh ke belakang dan aku terkejut saat siapa yang ada di belakangku. Itu Billy. Aduh kenapa disaat seperti ini dia harus datang. Dia menatapku dan mulai berucap.
"Hai, gak makan?" tanyanya sambil mendudukkan dirinya di bangku di depanku.


to be continue . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar