Powered By Blogger

Senin, 09 Juli 2012

Is It Love or Like? PART 5

. . . . . . . . . . .

"Panda mencarimu...."
Apa? Billy mencariku? Apakah dia ingin hatiku hancur karena ditinggal pergi lagi dengan sahabatnya? Aku tak menjawab perkataan Joe tadi. Aku cukup waras untuk tidak datang ke bandara melepas kepergian Billy, sahabatku yang 'mungkin' tak akan pernah kutemui lagi. Aku tidak mau menangis di bandara itu. Aku tidak mau orang-orang melihatku menangisi kepergian sahabatku itu -untuk yang kedua kalinya-. Aku menutup teleponku yang masih tersambung dengan Joe. Lalu aku mulai membaringkan tubuhku di tempat tidurku dan mulai memejamkan mataku untuk tidur lagi. Hari ini hari Sabtu, tapi rasanya aku tak punya semangat untuk menikmati weekendku ini.

Pukul 09.00, aku terbangun saat ibuku mengguncangkan tubuhku pelan dan memaksaku untuk bangun. Aku mengerjapkan mataku, membiasakan cahaya matahari yang masuk ke mataku. Ibuku tersenyum sambil memberikan sebuah kotak berpita biru muda yang manis. Aku menatap bingung tepat ke hadiah yang ada ditangan ibuku itu. Siapa yang memberi hadiah semanis ini. Tapi aku masih belum tau apa isi kotak berpita biru muda itu. Tanpa aba-aba, aku mengambil hadiah itu dan menaruhnya di atas pangkuanku.
"Bu, dari siapa?" tanyaku bingung menatap ibuku.
"Eeemmmm..... buka aja. Mungkin disana ada nama pengirimnya." jawab ibuku santai. Aku tau, pasti ibu tau siapa yang memberikan hadiah ini.
"Ibu nih, sok misterius banget." kataku sambil membuka hadiah itu perlahan.

Apa ini? Fotoku dan Billy waktu kecil, lollypop, pita kecil berwarna biru muda, jepitan berwarna biru muda bermotif bintang-bintang dan juga ada secarik kertas berwarna biru muda yang berisikan kalimat bertinta hitam....

Hey kau kelinci kecil......
ini untukmu. Jangan coba-coba menolaknya. Jangan kembalikan.
Barang-barang ini adalah barang-barang berhargaku yang ingin kuberikan padamu
saat ulang tahunmu yang ke 5 tahun.
Ingat tidak, waktu itu aku harus segera ikut orangtuaku.
Aku tidak sempat memberikan semua ini padamu waktu itu.
Dan akhirnya aku memutuskan untuk memberikannya sekarang.
Maaf hanya ini yang bisa kuberikan.
Maaf aku tidak bisa menemanimu.
Maaf aku harus kembali meninggalkanmu.
Jangan sedih, masih ada Joe dan Aldo yang akan menemanimu.
Aku pergi ya.
Sampai jumpa....
atau lebih tepatnya,
Selamat tinggal.
Panda tembam sayang Kelinci kecil.

P.S : jangan lupa pakai jepitan dan pitanya ya kalau kamu sekolah, supaya cowo-cowo di sekolah terpesona melihatmu.

BILLY as PANDA TEMBAM

Tangisku pecah memenui kamarku. Ibuku memelukku erat dan mengelus lembut rambutku. Rasa sayang yang sangat besar bisa kurasakan dari pelukan ibuku ini. Aku membenamkan wajahku ke pelukan ibuku dan menangis semakin keras.
"Apa Panda akan benar-benar gak kembali bu?" tanyaku disela-sela tangisku. Ibuku terdiam sejenak dan menggeleng pelan, "Ibu enggak tau, semoga saja enggak ya sayang." ibuku kembali memelukku.

Billy, jangan pernah lupakan aku walaupun kamu sudah tinggal disana. Aku akan menunggu kabar darimu. Aku akan selalu menunggu kabar gembira dari sahabatku ini kalau dia sudah sembuh dan akan segera kembali ke Indonesia. Semangat ya Panda, Kelinci kecilmu ini tidak akan menangis. Aku janji.

SATU BULAN KEMUDIAN, HARI SABTU pukul 07.30

Seperti biasa, weekendku selalu diawali dengan jogging. Hari ini aku jogging sendiri karena kak Tom katanya malas untuk jogging. Dia masih sayang-sayangan dengan bantal, guling, dan kasurnya. Baiklah mari kita tinggalkan kakakku yang tukang tidur itu.

Aku berlari mengelilingi komplek rumahku sambil sesekali menghirup udara pagi yang masih segar ini. Tiba-tiba aku mendengar langkah seseorang yang semakin cepat menghampiriku. Semakin cepat dan semakin dekat. Tak lama orang itu menepuk punggungku.
"DOR! HAHAHAHA PASTI KAGET KAAAAN?" katanya puas. Aku terlonjak kaget dan tak sengaja menginjak sesuatu.
"HAHAHAHAHAHAH LALA NGINJEK APAAN TUH!" tawa puasnya terdengar lagi. Sial sekali aku pagi ini, sepatu yang baru kucuci kemarin sudah terkena kotoran kucing. Ini semua gara-gara JOE!

Ah iya, Joe akhir-akhir ini selalu bersamaku, entah itu pergi ke sekolah, pulang sekolah, jalan-jalan, belajar dan juga jogging seperti ini. Aku akui, kehadiran Joe bisa menggantikan posisi Billy. Oh iya aku lupa, aku kan tidak mau mengungkit-ungkit tentang Billy lagi. Bukannya benci atau marah, tapi karena aku tidak mau menangis gara-gara mengingatnya.

Aku kembali berlari setelah membersihkan sepatuku menggunakan daun yang jatuh dar ranting pohon. Aku bermaksud untuk berlari pulang, tetapi Joe menarik tanganku dan menghadangku untuk berlari lagi.
"Mau kemana? kamu marah?" tanyanya polos. Aku rasa dia tidak punya rasa bersalah sedikitpun.
"............." aku diam dan membuang muka. Aku berniat untuk mulai berlari tapi Joe menahanku. "Mau kemana sih La?" tanyanya lagi. Dia sangat amat tidak peka ternyata.
"Mau pulang." jawabku santai dan mulai melangkahkan kakiku perlahan. "Pulang? ini masih jam berapa, masa kamu mau pulang. Gak asik nih. Ayo lari lagi." ajaknya halus. Tapi aku sudah terlanjur marah dengannya.
"Capek, mau pulang." jawabku lagi dengan nada sedikit dingin. Aku mulai geram dengan sikapnya saat ini. "Yaaaah beneran nih marah? yaudah kalo gamau iniiiii......" katanya meledek sambil menggantung-gantungkan sebatang coklat. Ah, coklat! Sial, dia selalu tau apa yang membuat emosiku mencair.

Aku mendekat dan memasang senyum memohon. Aku mencoba mengambil coklat itu, tetapi Joe malah mengangkat coklat itu tinggi-tinggi dan membuatku tidak sampai untuk mengambilnya.
"Joee mauuuuu aaahhh turuniinnn!!!" perintahku sedikit merengek. Yah biasanya cara ini bisa meluluhkannya.
"Gak mau. Kejar aku duluuuuuuuuuuuuuu!!!!!!!" katanya sambil berlari kencang meninggalkanku. Aku menyusulnya dengan berlari dengan tidak kalah cepat juga. Kami kejar-kejaran sampai akhirnya kami sampai di depan rumah Joe.

Gerbang rumah Joe terbuka lebar dan terlihat banyak orang. Ada apa itu.
"Waduh, kayaknya tadi gerbang udah aku kunci deh." ucapnya dengan kepala sedikit dimiringkan.
"Banyak orang Joe. Siapa?" tanyaku sambil menatap kearah kerumunan orang-orang di rumah Joe.
"Itu saudara-saudara aku deh kayaknya. Masuk aja yuk." ajaknya dan langsung menarik tanganku untuk masuk.
Kami berdua memasuki rumah itu dan mata kami langsung tertuju pada peti besar disudut ruang keluarga. Jangan. Jangan berpikir yang tidak-tidak.

Tak lama, seorang wanita paruh banya menghampiri kami berdua. Itu ibunya Billy dan Joe. Tiba-tiba beliau memeluk Joe dan mulai menangis.
"Ma? Mama kenapa ma?" tanya Joe sambil mengelus lembut punggung ibunya. Tangisan beliau semakin menjadi-jadi setelah Joe bertanya seperti itu. Tak lama seseorang menghampiri kami, itu Aldo.
"Lala...." ucapnya lirih sambil merangkulku. Tak lama rangkulannya berubah menjadi sebuah pelukan. Apa maksud semua ini? Aku masih tidak mengerti.
"Apa? Kenapa?" tanyaku polos. Aku berusaha tidak berpikir yang aneh-aneh.
"Billy...... dia......" ucapannya terpotong. Aldo menangis. Baru kali ini aku melihat Aldo menangis.
"Kenapa? Dia di Inggris kan? Hahahaha kenapa kangen sampai-sampai kakak nangis begitu? Cengeng, aku aja gak nangis yeee...." ucapku riang, tapi aku merasakan sesuatu yang mulai sakit di dalam dadaku.
"Ikut aku...." ucapnya sambil menarik tanganku mendekati peti yang ada di sudut ruang keluarga itu.

Aku berdiri mematung melihat isi peti yang terbuka itu. Seseorang sedang tertidur pulas, sangat amat pulas. Seseorang sedang memejamkan matanya sambil sedikit menunjukkan senyumnya entah sampai kapan. Seseorang sedang merasa bahagia memasuki kehidupan barunya di tempat lain. Seseorang yang sudah melewati hidupnya yang cukup singkat dengan banyak kenangan indah dan sedih serta menyakitkan yang dia alami. Seseorang yang dulu selalu bermain denganku dan tertawa serta menangis bersama denganku. Seseorang yang satu bulan yang lalu memberikan bunga mawar merah yang sangat indah untukku. Seseorang yang ingin aku selalu memakai jepitan dan pita yang diberikannya saat aku ke sekolah. Seseorang yang 10 tahun lalu pergi meninggalkanku dan kembali meninggalkanku satu bulan yang lalu.

Lututku melemas, pandanganku kabur karena air mata. Aku pasti salah lihat. Ini tidak mungkin Billy, Panda tembamku. Aku menghampiri peti itu dan berlutut di sampingnya. Ini benar dia, Billy. Aku menangis sejadi-jadinya sambil mencengkram erat sisi peti itu.
"Panda, kenapa tinggalin kelinci kecil sendirian? kelinci takut sendirian panda. Panda, bangun panda..." ucapku lirih mengeluarkan suara serak yang gemetar karena tak kuat menahan kesedihan yang teramat sangat.
".............." tak ada jawaban apapun darinya. Aku masih berharap dia bangun dan memelukku sambil berkata 'Aku disini kelinci kecil, aku bersamamu' tapi aku rasa itu semua hanya mimpiku, mimpiku yang tak akan pernah terwujud.

Tak lama, aku merasa seseorang memelukku dari belakang. Itu Joe.
"Lala... udah..." katanya pelan dan membawaku menjauh dari peti itu. Aku masih belum bisa menghentikan tangisku. Kudengar tangisku terdengar memilukan, membuat yang mendengarnya juga bisa ikut menangis.
"BILLYYYYYYYYYYYYYYYYY....................." teriakku keras, membuat semua orang yang ada disana menoleh kasihan ke arahku. Sungguh, rasanya aku ingin berteriak lebih keras daripada ini.
Joe memelukku erat sambil terus menenangkanku. Aku merasa tenang saat ini, walaupun aku masih menangis. Bajunya basah karena air mataku. Aku terus menangis sambil meremas baju Joe hingga terlihat agak kusut. Dia membiarkanku melakukan itu.
"Lala....... udah ya La...." ucapnya pelan sambil mengelus lembut rambutku.
"............." aku terdiam dalam tangisku yang tertahan. Aku sudah berhenti menangis, iya, dari luarnya aku memang terlihat tidak menangis saat ini, tapi hatikulah yang menangis.
"Lala......" ucapnya lagi. Aku tidak tau harus mengatakan apa. Biarkan aku diam sejenak, melepaskan rasa sedihku yang berkecamuk ini.

SKIP TIME
.
.
.
.
.
.
.

Prosesi pemakaman Billy sudah selesai. Sangat amat mengharukan. Ibu Billy menangis histeris saat tadi peti yang berisi jasad Billy dimasukkan ke liang kubur. Aku juga melakukan hal sama dengan beliau, tapi tidak begitu histeris. Dan sekarang, aku masih berdiri di samping gundukan tanah yang di dalamnya terdapat jasad kaku milik Billy. Sendirian. Aku mulai menangis untuk yang kesekian kalinya. Aku mengeluarkan secarik kertas yang ada disaku bajuku dan mulai membacanya....

Hai Kelinci kecil. Sedang apa? Ah aku tau, kau pasti sedang memelukku kan?
Hahaha maaf ya aku percaya diri sekali dengan hal itu.
Oiya, kalau kau sudah membaca surat ini berarti aku sudah pergi ya.
Eh Kelinci kecil, aku pamit ya. Aku mau pergi. Boleh kan?
Aku mau lihat kamu tersenyum dari atas sini. Aku mohon, hanya senyum kamu
yang bisa membuatku tenang meninggalkanmu dan orang-orang yang menyayangiku.
Ingat ya, walaupun aku sudah tidak disampingmu lagi, tapi aku masih ada di hatimu.
Menemanimu disana sampai nanti kita bertemu lagi di tempat yang indah ini.
Tempat yang sudah Tuhan siapkan untuk kita bertemu lagi. Oke?
Baiklah kelinci kecil yang manis, aku pergi dulu ya.
Jaga dirimu baik-baik. Jangan menangis kalau kau jatuh,
jangan menangis kalau mainanmu diinjak kak Tom.
Biarkan saja, nanti aku yang balas dia kalau dia melakukan itu.
Hehehehe......
Sampai jumpa Kelinci kecilku.

PS : hapus air matamu, nanti Joe akan kabur kalau dia melihat wajah jelekmu yang sedang menangis :D Smile :)

Kertas itu basah karena tetesan air mataku. Aku meremas kertas itu dan mulai menjatuhkan diriku di samping makam itu.

Tak lama, terdengar langkah kaki menghampiriki. Pelan, sangat pelan. Aku merasa langkah itu berhenti di belakangku. Aku menoleh dan melihat sosok Joe disana.
"............." aku diam, aku lihat dia tersenyum ke arahku.
"Kamu udah baca suratnya?" tanyanya sambil tersenyum kecil. Disaat seperti ini saja, dia masih bisa tersenyum. Sungguh, dia tidak waras.
"Udah, kenapa?" tanyaku lirih. "Tau gak, aku sebentar lagi akan kabur ngeliat mukamu yang kusut itu. Udah kenapa sih nangisnya. Jelek!" ucapnya meledek sambil memencet hidungku. Apa dia tidak tau kalau aku tidak suka kalau dipencet hidungnya? Menyebalkan.
"Jangan pencet-pencet hidung aku. Sakit tau!" ucapku sambil menyingkirkan tangannya yang masih memencet hidungku. Aku yakin, sekarang hidungku ini terlihat merah seperti tomat yang baru matang.
"Hahahaha liat tuh hidungnya merah hahahaha lucu banget..." tawanya puas. Oh, aku pikir dia sudah gila.
"Sakit tau!" ucapku dingin dan memukul bahunya keras. Dia meringis kesakitan karena memang aku sengaja memukul bahunya itu dengan keras.

Beberapa lama kami terdiam, tak ada yang bicara.
"Aku sayang sama kelinci." Joe mengucapkan sebuah kalimat yang mungkin tidak kumengerti.
"..........." aku masih diam sambil mencerna apa sebenarnya maksud kalimat barusan.
"Heh! aku sayang kelinci!" ucapnya mengejutkanku. Apa sih maksud orang gila ini."Apaan sih?" tanyaku dingin. Aku semakin kesal dibuatnya.
"AKU SAYANG KELINCI DASAR KELINCI BODOH!" ucapnya keras sambil berdiri. Apa yang dia katakan? BODOH? dia pikir aku bodoh? dia yang bodoh.
"Masih tidak mengerti hah? dasar kelinci bodoh?" ucapnya ketus. Oh, rasanya dia ingin merasakan tamparaku ya.
"Apa maksudmu bodoh?" ucapku menantang sambil berkacak pinggang.
Tiba-tiba Joe memelukku erat dan berbisik, "Kau ini pura-pura bodoh atau memang bodoh hah?" berani-beraninya dia begitu. Aku mendorongnya dan berkacak pinggang sambil menjawab pertanyaannya, "AKU BODOH! PUAS TUAN BATU ES?" jawabku ketus sambil menampilkan senyum pahit.
"HA? TUAN BATU ES? APA-APAAN SIH INI KELINCI BODOH? OKE DEH. TAU GAK SIH SI TUAN BATU ES INI MENYANYANGI KELINCI KECIL YANG BODOH? APA PERLU KUTULIS DI SPANDUK BESAR?" ucapnya sambil sedikit membentak. Aku kaget dan mulai terdiam.
"MASIH BELOM NGERTI JUGA? SEPERTINYA KAU MEMANG BODOH." baiklah, kami sudah seperti orang gila yang sedang bertengkar di depan makam seseorang.

Dengan tiba-tiba, dan tanpa aba-aba apapun dan dari siapapun, Joe memelukku erat.
"Aku sayang sama kamu. Ngerti kan?" ucapnya pelan disela pelukan kami.
"Emmmm...... kamu sayang sama orang bodoh? kamu yakin? apa jangan-jangan kau juga bodoh?" tanyaku meledek. Kurasakan dia sedang tertawa kecil mendengar pertanyaanku itu.
"Iya, aku memang bodoh sudah menyayangi orang bodoh sepertimu..." jawabnya sambil melepas pelukan kami.
"Hahahahaha dasar bodo." tawa kami memecah keheningan di pemakaman ini.

Hei Panda tembam, lihat aku tidak menangis kan? Hahaha adikmu selalu tau bagaimana caranya membuatku tertawa lagi seperti ini. Dia selalu mampu membuatku tersenyum disela-sela kesedihanku. Ah, jangan khawatir ya Panda, Joe pasti menjagaku dengan baik hihihi.....

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Aku bodoh! Aldo, kau bodoh sekali. Ini yang ditakutkan, Lala sudah berpacaran dengan Joe dan kau hanya bisa melihat mereka tertawa seperti itu. Ya, hanya bisa melihat tawa mereka dibalik pohoh ini. Baiklah, ini sudah resikonya kau tidak mengatakan perasaanmu yang sebenanya sejak awal pada gadis itu. Lupakan dia Aldo, walaupun kau tidak bisa melupakannya.

Baiklah, aku pergi. Berbahagialah kalian. Billy, lihat mereka. Sepertinya mereka bahagia. Aku tidak akan merusak kebahagiaan mereka. Ah ya, aku akan terus mengawasi mereka. Jangan takut, mereka aman ditanganku hahaha......

3 TAHUN KEMUDIAN

3 tahun sudah Billy meninggal. 3 tahun sudah juga aku menjadi orang terdekat bagi Joe, adik Billy. Aku bahagia dengan apa yang kumiliki sekarang. Orangtua yang menyayangiku, sahabat-sahabat yang menerimaku apa adanya, dan orang yang kusayang. Tunggu, dia sedang menatapku tajam. Apa maksudnya?
"Jaga dirimu baik-baik ya Kelinci! Jangan lupakan pacarmu ini. Mengerti?" ucapnya dingin.
"Iyaaaaaaaa tuan batu es." ucapku lembut sambil menyunggingkan senyum.
"Masih aja berantem ya mereka berdua." ucap Sita sambil melirik Aldo. Sejak kapan mereka datang. Ah sudah lupakan. Aldo hanya menggeleng melihat tingkah kami berdua.
"Sita. Udah deh jangan ngeledek hahaha...." kataku sambil sedikit terkikik geli melihat tingkah kami semua.
Hari ini, hari keberangkatanku ke Jepang, melanjutkan pendidikanku disana selama 4 tahun. Ya, waktu yang cukup lama. Tapi kata Joe, dia berjanji akan menungguku pulang. Ah, aku tak yakin dia akan setia menungguku. Tapi, sebaiknya aku tidak berpikir begitu, karena aku tau Joe hanya menyayangiku hehehe....

THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar